SMS GRATIS ALL OPERATOR INDONESIA

Selasa, 05 April 2011

sunan gresik

Maulana Malik Ibrahim , dikenal pula dengan sebutan
Syekh Maghribi atau juga
Sunan Gresik. Meskipun beliau
bukan asli orang Jawa, namun
beliau berjasa kepada
masyarakat. Karena beliaulah yang mula pertama
menyebarkan Islam di tanah
Jawa. Sehingga berkat usaha
dan jasanya, penduduk pulau
Jawa yang kebanyakan masih
beragama Hindu dan Buddha di kala itu akhirnya mulai
banyak yang memeluk Islam.
Adapun dari kalangan orang-
orang Hindu, hanya dari kasta-
kasta Wisyaa dan Sudra yang
dapat diajak memeluk Islam. Sedang dari kasta-kasta
Brahmana dan Ksatria pada
umumnya tidak suka
memeluk Islam, bahkan tidak
sedikit dari kalangan
Brahmana yang lari sampai ke Pulau Bali serta menetap di
sana. Mereka akhirnya
mempertahankan diri hingga
sekarang dan agama mereka
kemudian dikenal dengan
sebutan agama Hindu Bali. Maulana Malik Ibrahim mulai
menyiarkan Islam di tanah
Jawa bagian timur. Dari
sanalah beliau memulai
menyingsingkan lengan
bajunya, berjuang untuk mengembangkan Islam.
Adapun caranya pertama-
tama ialah dengan jalan
mendekati pergaulan dengan
masyarakat. Dengan budi
bahasa yang ramah tamah serta ketinggian akhlk,
sebagaimana diajarkan Islam,
hal itu senantiasa
diperlihatkannya di dalam
pergaulan sehari-hari. Beliau
tidak menentang secara tajam kepada agama dan
kepercayaan hidup dari
penduduk asli. Begitu pula
beliau tidak menentang secara
spontan terhadap adat istiadat
yang ada serta berlaku dalam kehidupan mereka, melainkan
beliau hanya memperlihatkan
keindahan dan ketinggian
ajaran-ajaran dan didikan
yang dibawa Islam. Berkat
keramahtamahannya serta budi bahasa dan pergaulannya
yang sopan santun itulah,
banyak masyarakat yang
tertarik masuk ke dalam
Islam. Untuk memperiapkan kader
umat yang terdidik bagi
melanjutkan perjuangan guna
menegakkan ajaran-ajaran
Islam, maka dibukanyalah
pesantren-pesantren yang merupakan perguruan Islam
tempat mendidik serta
menggembleng para siswa
sebagai calon muballigh Islam
untuk masa depan. Bertambah
banyak orang yang masuk Islam, bertambah berat pula
tugas dan pekerjaannya.
Tentu saja orang-orang itu
tidak dibiarkan begitu saja.
Mereka harus diberi didikan
dan penerangan secukupnya sehingga keimanannya
menjadi kuat dan
keyakinannya menjadi
kokoh. Di dalam usaha yang demikian
itu, beliau kemudian
menerima tawaran dari raja
negeri chempa [sekarang
kamboja] salah seorang selir
raja maja pahit terahir Brawijaya alias angka wijaya
putri raja chempa yang
muslimah.berangkat dari
chempa bersama dayang dan
ustad ibu dari raden patah
sultan demak putra raja majapahit yang kemudian
berontak melawan ayahnya
yang hindu.majapahit yang
sudah tak disukai rakyat
jawa dan sudah lemah lari
mendirikan kerajaan belambangan.yang taklama
kemudian diserang lari ke
pulau bali.di bali raja udayana
adalah menantu brawijaya.itu
sebabnya bali tidak disrang
[karena ada saudara perempuan dan ayah
nya.sultan demak.tetapi pulau
disebelah timurnya lagi pulau
lombok di islamkan itu
sebabnya kota di pulau
lombok.bernama mataram.dan pulau sumbawa Dalam riwayat dikatakan,
bahwa Maulana Maghribi itu
adalah keturunan dari Zainal
'Abidin bin Husein bin 'Ali ra.,
keterangan ini menurut buku
karangan Thomas Stamford Raffles. Sebagaimana diketahui,
Raffles (1781-1826) adalah
seorang politisi Inggris, serta
bekas GubJen Inggris di
Nusantara 1811-1816. Adapun
bukunya yang terkenal mengenai tanah Jawa ialah
History of Java (Sejarah Jawa)
yang ditulisnya pada tahun
1817. Mengenai filsafat
ketuhanannya, di antaranya
Syekh Maulana Malik Ibrahim
pernah mengatakan apakah
yang dinamakan Allah itu?
Ujarnya : "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya
yang diperlukan ada-Nya." Menurut sebagian riwayat
mengatakan bahwa beliau
berasal dari Persia. Bahkan
dikatakan bahwa Maulana
Malik Ibrahim beripar dengan
raja di negeri Chermain. Mengenai letak negeri
Chermain ini berselisihlah para
sejarawan. Raffles
berpendapat, bahwa Chermain
itu terletak di Hindustan,
sedangkan sejarawan lainnya mengatakan bahwa letaknya
Chermain adalah di Indonesia. Adapun mengenai orang
tuanya, kapan beliau
dilahirkan serta di mana,
dalam hal ini belum diketahui
dengan pasti. Ada yang
mengatakan bahwaa 882 H (1419 M). Salah satu sumber
menyebutkan, bahwa beliau
berasal dari Gujarat di India,
yang rupanya di samping
berniaga, beliau juga
menyiarkan Islam. Makam Maulana Malik Ibrahim
terletak di kampung Gapura di
Gresik. Sekarang jalan yang
menuju ke makam tersebut
diberi nama Jalan Malik
Ibrahim. Dalam sejarah, beliau dianggap
sebagai pejuang utama serta
pelopor dalam menyebarkan
Islam di tanah Jawa, dan besar
pula jasanya terhadap agama
dan masyarakat. 9 M). Salah satu sumber
menyebutkan, bahwa beliau
berasal dari Gujarat di India,
yang rupanya di samping
berniaga, beliau juga
menyiarkan Islam. Makam Maulana Malik Ibrahim
terletak di kampung Gapura di
Gresik. Sekarang jalan yang
menuju ke makam tersebut
diberi nama Jalan Malik
Ibrahim. Dalam sejarah, beliau dianggap
sebagai pejuang utama serta
pelopor dalam menyebarkan
Islam di tanah Jawa, dan besar
pula jasanya terhadap agama
dan masyarakat.

sunan drajat

"Walisongo Walisongo " " berarti berarti sembilan sembilan orang orang wali wali . . Mereka Mereka adalah adalah Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim, , Sunan Sunan Ampel Ampel , , Sunan Sunan Giri Giri, , Sunan Sunan Bonang Bonang, , Sunan Sunan Dradjad Dradjad , , Sunan Sunan Kalijaga Kalijaga , , Sunan Sunan Kudus Kudus , , Sunan Sunan Muria Muria, , serta serta Sunan Sunan Gunung Gunung Jati Jati . . Mereka Mereka tidak tidak hidup hidup pada pada saat saat yang yang persis persis bersamaan bersamaan. . Namun Namun satu satu sama sama lain lain mempunyai mempunyai keterkaitan keterkaitan erat erat, , bila bila tidak tidak dalam dalam ikatan ikatan darah darah juga juga dalam dalam hubungan hubungan guru guru- - murid murid. . Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim yang yang tertua tertua . . Sunan Sunan Ampel Ampel anak anak Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim. . Sunan Sunan Giri Giri adalah adalah keponakan keponakan Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim yang yang berarti berarti juga juga sepupu sepupu Sunan Sunan Ampel Ampel . . Sunan Sunan Bonang Bonang dan dan Sunan Sunan Drajad Drajad adalah adalah anak anak Sunan Sunan Ampel Ampel . . Sunan Sunan Kalijaga Kalijaga merupakan merupakan sahabat sahabat sekaligus sekaligus murid murid Sunan Sunan Bonang Bonang. . Sunan Sunan Muria Muria anak anak Sunan Sunan Kalijaga Kalijaga . . Sunan Sunan Kudus Kudus murid murid Sunan Sunan Kalijaga Kalijaga . . Sunan Sunan Gunung Gunung Jati Jati adalah adalah sahabat sahabat para para Sunan Sunan lain lain, , kecuali kecuali Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim yang yang lebih lebih dahulu dahulu meninggal meninggal. . Mereka Mereka tinggal tinggal di di pantai pantai utara utara Jawa Jawa dari dari awal awal abad abad 15 15 hingga hingga pertengahan pertengahan abad abad 16 16, , di di tiga tiga wilayah wilayah penting penting . . Yakni Yakni Surabaya Surabaya - -Gresik Gresik- - Lamongan Lamongan di di Jawa Jawa Timur Timur, , Demak Demak- -Kudus Kudus - -Muria Muria di di Jawa Jawa Tengah Tengah, , serta serta Cirebon Cirebon di di Jawa Jawa Barat Barat. . Mereka Mereka adalah adalah para para intelektual intelektual yang yang menjadi menjadi pembaharu pembaharu masyarakat masyarakat pada pada masanya masanya . . Mereka Mereka mengenalkan mengenalkan berbagai berbagai bentuk bentuk peradaban peradaban baru baru: : mulai mulai dari dari kesehatan kesehatan , , bercocok bercocok tanam tanam , , niaga niaga, , kebudayaan kebudayaan dan dan kesenian kesenian , , kemasyarakatan kemasyarakatan hingga hingga pemerintahan pemerintahan . . Pesantren Pesantren Ampel Ampel Denta Denta dan dan Giri Giri adalah adalah dua dua institusi institusi pendidikan pendidikan paling paling penting penting di di masa masa itu itu . . Dari Dari Giri Giri, , peradaban peradaban Islam Islam berkembang berkembang ke ke seluruh seluruh wilayah wilayah timur timur Nusantara Nusantara . . Sunan Sunan Giri Giri dan dan Sunan Sunan Gunung Gunung Jati Jati bukan bukan hanya hanya ulama ulama, , namun namun juga juga pemimpin pemimpin pemerintahan pemerintahan . . Sunan Sunan Giri Giri, , Bonang Bonang, , Kalijaga Kalijaga , , dan dan Kudus Kudus adalah adalah kreator kreator karya karya seni seni yang yang pengaruhnya pengaruhnya masih masih terasa terasa hingga hingga sekarang sekarang . . Sedangkan Sedangkan Sunan Sunan Muria Muria adalah adalah pendamping pendamping sejati sejati kaum kaum jelata jelata . . Era Era Walisongo Walisongo adalah adalah era era berakhirnya berakhirnya dominasi dominasi Hindu Hindu- -Budha Budha dalam dalam budaya budaya Nusantara Nusantara untuk untuk digantikan digantikan dengan dengan kebudayaan kebudayaan Islam Islam. . Mereka Mereka adalah adalah simbol simbol penyebaran penyebaran Islam Islam di di Indonesia Indonesia. . Khususnya Khususnya di di Jawa Jawa . . Tentu Tentu banyak banyak tokoh tokoh lain lain yang yang juga juga berperan berperan. . Namun Namun peranan peranan mereka mereka yang yang sangat sangat besar besar dalam dalam mendirikan mendirikan Kerajaan Kerajaan Islam Islam di di Jawa Jawa , , juga juga pengaruhnya pengaruhnya terhadap terhadap kebudayaan kebudayaan masyarakat masyarakat secara secara luas luas serta serta dakwah dakwah secara secara langsung langsung, , membuat membuat " "sembilan sembilan wali wali " " ini ini lebih lebih banyak banyak disebut disebut dibanding dibanding yang yang lain lain. . Masing Masing- -masing masing tokoh tokoh tersebut tersebut mempunyai mempunyai peran peran yang yang unik unik dalam dalam penyebaran penyebaran Islam Islam. . Mulai Mulai dari dari Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim yang yang menempatkan menempatkan diri diri sebagai sebagai " "tabib tabib " " bagi bagi Kerajaan Kerajaan Hindu Hindu Majapahit Majapahit ; ; Sunan Sunan Giri Giri yang yang disebut disebut para para kolonialis kolonialis sebagai sebagai " "paus paus dari dari Timur Timur" " hingga hingga Sunan Sunan Kalijaga Kalijaga yang yang mencipta mencipta karya karya kesenian kesenian dengan dengan menggunakan menggunakan nuansa nuansa yang yang dapat dapat dipahami dipahami masyarakat masyarakat Jawa Jawa - -yakni yakni nuansa nuansa Hindu Hindu dan dan Budha Budha. . - -- -- - Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim ( (Wafat Wafat 1419 1419) ) Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim, , atau atau Makdum Makdum Ibrahim Ibrahim As As - - Samarkandy Samarkandy diperkirakan diperkirakan lahir lahir di di Samarkand Samarkand , , Asia Asia Tengah Tengah, , pada pada paruh paruh awal awal abad abad 14 14. . Babad Babad Tanah Tanah Jawi Jawi versi versi Meinsma Meinsma menyebutnya menyebutnya Asmarakandi Asmarakandi , , mengikuti mengikuti pengucapan pengucapan lidah lidah Jawa Jawa terhadap terhadap As As - -Samarkandy Samarkandy , , berubah berubah menjadi menjadi Asmarakandi Asmarakandi . . Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim kadang kadang juga juga disebut disebut sebagai sebagai Syekh Syekh Magribi Magribi. . Sebagian Sebagian rakyat rakyat malah malah menyebutnya menyebutnya Kakek Kakek Bantal Bantal . . Ia Ia bersaudara bersaudara dengan dengan Maulana Maulana Ishak Ishak, , ulama ulama terkenal terkenal di di Samudra Samudra Pasai Pasai, , sekaligus sekaligus ayah ayah dari dari Sunan Sunan Giri Giri ( (Raden Raden Paku Paku ) ). . Ibrahim Ibrahim dan dan Ishak Ishak adalah adalah anak anak dari dari seorang seorang ulama ulama Persia Persia, , bernama bernama Maulana Maulana Jumadil Jumadil Kubro Kubro , , yang yang menetap menetap di di Samarkand Samarkand . . Maulana Maulana Jumadil Jumadil Kubro Kubro diyakini diyakini sebagai sebagai keturunan keturunan ke ke - -10 10 dari dari Syayidina Syayidina Husein Husein, , cucu cucu Nabi Nabi Muhammad Muhammad saw saw . . Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim pernah pernah bermukim bermukim di di Campa Campa, , sekarang sekarang Kamboja Kamboja , , selama selama tiga tiga belas belas tahun tahun sejak sejak tahun tahun 1379 1379. . Ia Ia malah malah menikahi menikahi putri putri raja raja , , yang yang memberinya memberinya dua dua putra putra . . Mereka Mereka adalah adalah Raden Raden Rahmat Rahmat ( (dikenal dikenal dengan dengan Sunan Sunan Ampel Ampel ) ) dan dan Sayid Sayid Ali Ali Murtadha Murtadha alias alias Raden Raden Santri Santri . . Merasa Merasa cukup cukup menjalankan menjalankan misi misi dakwah dakwah di di negeri negeri itu itu , , tahun tahun 1392 1392 M M Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim hijrah hijrah ke ke Pulau Pulau Jawa Jawa meninggalkan meninggalkan keluarganya keluarganya . . Beberapa Beberapa versi versi menyatakan menyatakan bahwa bahwa kedatangannya kedatangannya disertai disertai beberapa beberapa orang orang. . Daerah Daerah yang yang ditujunya ditujunya pertama pertama kali kali yakni yakni desa desa Sembalo Sembalo, , daerah daerah yang yang masih masih berada berada dalam dalam wilayah wilayah kekuasaan kekuasaan Majapahit Majapahit . . Desa Desa Sembalo Sembalo sekarang sekarang , , adalah adalah daerah daerah Leran Leran kecamatan kecamatan Manyar Manyar , , 9 9 kilometer kilometer utara utara kota kota Gresik Gresik. . Aktivitas Aktivitas pertama pertama yang yang dilakukannya dilakukannya ketika ketika itu itu adalah adalah berdagang berdagang dengan dengan cara cara membuka membuka warung warung . . Warung Warung itu itu menyediakan menyediakan kebutuhan kebutuhan pokok pokok dengan dengan harga harga murah murah. . Selain Selain itu itu secara secara khusus khusus Malik Malik Ibrahim Ibrahim juga juga menyediakan menyediakan diri diri untuk untuk mengobati mengobati masyarakat masyarakat secara secara gratis gratis . . Sebagai Sebagai tabib tabib , , kabarnya kabarnya , , ia ia pernah pernah diundang diundang untuk untuk mengobati mengobati istri istri raja raja yang yang berasal berasal dari dari Campa Campa. . Besar Besar kemungkinan kemungkinan permaisuri permaisuri tersebut tersebut masih masih kerabat kerabat istrinya istrinya . . Kakek Kakek Bantal Bantal juga juga mengajarkan mengajarkan cara cara- -cara cara baru baru bercocok bercocok tanam tanam . . Ia Ia merangkul merangkul masyarakat masyarakat bawah bawah - -kasta kasta yang yang disisihkan disisihkan dalam dalam Hindu Hindu. . Maka Maka sempurnalah sempurnalah misi misi pertamanya pertamanya , , yaitu yaitu mencari mencari tempat tempat di di hati hati masyarakat masyarakat sekitar sekitar yang yang ketika ketika itu itu tengah tengah dilanda dilanda krisis krisis ekonomi ekonomi dan dan perang perang saudara saudara. . Selesai Selesai membangun membangun dan dan menata menata pondokan pondokan tempat tempat belajar belajar agama agama di di Leran Leran, , tahun tahun 1419 1419 M M Maulana Maulana Malik Malik Ibrahim Ibrahim wafat wafat . . Makamnya Makamnya kini kini terdapat terdapat di di kampung kampung Gapura Gapura, , Gresik Gresik, , Jawa Jawa Timur Timur. . ( (ar ar/ /oq oq) )

sunan giri

Sunan Giri adalah nama salah seorang Walisongo dan pendiri kerajaan Giri Kedaton , yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur . Ia lahir di Blambangan tahun 1442. Sunan Giri memiliki beberapa
nama panggilan, yaitu Raden Paku , Prabu Satmata , Sultan Abdul Faqih , Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudra . Ia dimakamkan di desa Giri, Kebomas , Gresik. Silsilah Beberapa babad menceritakan
pendapat yang berbeda
mengenai silsilah Sunan Giri.
Sebagian babad berpendapat bahwa ia adalah anak Maulana
Ishaq, seorang mubaligh yang
datang dari Asia Tengah.
Maulana Ishaq diceritakan
menikah dengan Dewi
Sekardadu, yaitu putri dari Menak Sembuyu penguasa
wilayah Blambangan pada
masa-masa akhir kekuasaan
Majapahit. Pendapat lainnya yang
menyatakan bahwa Sunan
Giri juga merupakan
keturunan Rasulullah SAW;
yaitu melalui jalur keturunan Husain bin Ali , Ali Zainal Abidin , Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq , Ali al- Uraidhi, Muhammad an-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al- Muhajir , Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus
Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali
Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath , Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad
Khan), Abdullah (al-Azhamat)
Khan, Ahmad Syah Jalal
(Jalaluddin Khan), Jamaluddin
Akbar al-Husaini (Maulana
Akbar), Maulana Ishaq, dan 'Ainul Yaqin (Sunan Giri).
Umumnya pendapat tersebut
adalah berdasarkan riwayat
pesantren-pesantren Jawa
Timur, dan catatan nasab
Sa'adah BaAlawi Hadramaut. Dalam Hikayat Banjar,
Pangeran Giri/Sunan Giri
merupakan putera dari
pasangan Putri Pasai
(Jeumpa?) dengan putera Raja
Bali. Putri Pasai adalah puteri Sultan Pasai yang diambil isteri
oleh Raja Majapahit yang
bernama Dipati Hangrok.
Pasangan Putri Pasai dengan
Raja Majapahit ini telah
memperoleh seorang putera. Kemudian Putri Pasai
diberikan oleh Raja Majapahit
kepada putera dari Raja Bali.
Jadi Pangeran Giri saudara
seibu dengan putera Raja
Majapahit. Mangkubumi Majapahit masa itu adalaha
Patih Maudara. Kisah Sunan Giri merupakan buah
pernikahan dari Maulana
Ishaq, seorang mubaligh Islam
dari Asia Tengah, dengan Dewi
Sekardadu, putri Menak
Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa
akhir Majapahit. Namun
kelahirannya dianggap telah
membawa kutukan berupa
wabah penyakit di wilayah
tersebut. Dipaksa untuk membuang anaknya, Dewi
Sekardadu
menghanyutkannya ke laut. Kemudian, bayi tersebut
ditemukan oleh sekelompok
awak kapal (pelaut) dan
dibawa ke Gresik. Di Gresik,
dia diadopsi oleh seorang
saudagar perempuan pemilik kapal, Nyai Gede Pinatih.
Karena ditemukan di laut, dia
menamakan bayi tersebut Joko Samudra . Ketika sudah cukup dewasa,
Joko Samudra dibawa ibunya
ke Surabaya untuk belajar
agama kepada Sunan Ampel . Tak berapa lama setelah
mengajarnya, Sunan Ampel
mengetahui identitas
sebenarnya dari murid
kesayangannya itu.
Kemudian, Sunan Ampel mengirimnya dan Makdhum
Ibrahim (Sunan Bonang), untuk mendalami ajaran Islam
di Pasai. Mereka diterima oleh
Maulana Ishaq yang tak lain
adalah ayah Joko Samudra. Di
sinilah, Joko Samudra, yang
ternyata bernama Raden Paku , mengetahui asal-muasal dan alasan mengapa dia dulu
dibuang. Dakwah dan kesenian Setelah tiga tahun berguru
kepada ayahnya, Raden Paku
atau lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin kembali ke Jawa. Ia kemudian
mendirikan sebuah pesantren giri di sebuah perbukitan di
desa Sidomukti, Kebomas.
Dalam bahasa Jawa , giri berarti gunung. Sejak itulah, ia
dikenal masyarakat dengan
sebutan Sunan Giri . Pesantren Giri kemudian
menjadi terkenal sebagai salah
satu pusat penyebaran agama
Islam di Jawa , bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan , Sulawesi , dan Maluku . Pengaruh Giri terus
berkembang sampai menjadi
kerajaan kecil yang disebut
Giri Kedaton, yang menguasai
Gresik dan sekitarnya selama
beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung . Terdapat beberapa karya seni tradisional Jawa yang sering dianggap berhubungkan
dengan Sunan Giri,
diantaranya adalah
permainan-permainan anak
seperti Jelungan, Lir-ilir dan
Cublak Suweng; serta beberapa gending (lagu
instrumental Jawa) seperti
Asmaradana dan Pucung.

sunan kudus

Sunan Kudus banyak berguru
pada Sunan Kalijaga.
Kemudian ia berkelana ke
berbagai daerah tandus di
Jawa Tengah seperti Sragen,
Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun
meniru pendekatan Sunan
Kalijaga: sangat toleran pada
budaya setempat. Cara
penyampaiannya bahkan
lebih halus. Nama kecilnya Jaffar Shadiq.
Ia putra pasangan Sunan
Ngudung dan Syarifah (adik
Sunan Bonang), anak Nyi
Ageng Maloka. Disebutkan
bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di
Mesir yang berkelana hingga
di Jawa. Di Kesultanan Demak,
ia pun diangkat menjadi
Panglima Perang. Sunan Kudus banyak berguru
pada Sunan Kalijaga.
Kemudian ia berkelana ke
berbagai daerah tandus di
Jawa Tengah seperti Sragen,
Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun
meniru pendekatan Sunan
Kalijaga: sangat toleran pada
budaya setempat. Cara
penyampaiannya bahkan
lebih halus. Itu sebabnya para wali (yang kesulitan mencari
pendakwah ke Kudus yang
mayoritas masyarakatnya
pemeluk teguh)
menunjuknya. Cara Sunan Kudus mendekati
masyarakat Kudus adalah
dengan memanfaatkan
simbol-simbol Hindu dan
Budha. Hal itu terlihat dari
arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan
pancuran/padasan wudhu
yang melambangkan delapan
jalan Budha. Sebuah wujud
kompromi yang dilakukan
Sunan Kudus. Suatu waktu, ia memancing
masyarakat untuk pergi ke
masjid mendengarkan tabligh-
nya. Untuk itu, ia sengaja
menambatkan sapinya yang
diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang
Hindu yang mengagungkan
sapi, menjadi simpati. Apalagi
setelah mereka mendengar
penjelasan Sunan Kudus
tentang surat Al-Baqarah yang berarti "sapi betina".
Sampai sekarang, sebagian
masyarakat tradisional Kudus,
masih menolak untuk
menyembelih sapi. Sunan Kudus juga menggubah
cerita-cerita ketauhidan. Kisah
tersebut disusunnya secara
berseri, sehingga masyarakat
tertarik untuk mengikuti
kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya
mengadopsi cerita 1001 malam
dari masa kekhalifahan
Abbasiyah. Dengan begitulah
Sunan Kudus mengikat
masyarakatnya. Bukan hanya berdakwah
seperti itu yang dilakukan
Sunan Kudus. Sebagaimana
ayahnya, ia juga pernah
menjadi Panglima Perang
Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di
bawah kepemimpinan Sultan
Prawata, bertempur melawan
Adipati Jipang, Arya
Penangsang.

sunan muria

Dari berbagai sumber
disebutkan bahwa Sunan
Bonang itu nama aslinya
adalah Syekh Maulana
Makhdum Ibrahim. Putra
Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering
disebut Nyai Ageng Manila.
Ada yang mengatakan
Dewi Condrowati itu adalah
putri Prabu Kertabumi ada
pula yang berkata bahwa Dewi Condrowati adalah
putri angkat Adipati Tuban
yang sudah beragama
Islam yaitu Ario Tejo.
Sebagai seorang Wali yang disegani dan dianggap Mufti atau pemimpin agama se Tanah Jawa ,tentu saja Sunan Ampel mempunyai ilmu yang sangat tinggi.
Sejak kecil, Raden Makdum Ibrahim sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin . Sudah bukan rahasia lagi bahwa latihan atau riadha para Wali itu lebih berat dari pada orang awam. Raden Makdum Ibrahim adalah calon Wali yang besar , maka Sunan Ampel sejak dini juga mempersiapkan sebaik mungkin . Disebutkan dari berbagai literature bahwa Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku sewaktu masih remaja meneruskan pelajaran agama Islam hingga ke Tanah seberang ,yaitu Negeri Pasai . Keduanya menambah pengetahuan kepada Syekh Awwalul Islam atau ayah kandung dari Sunan Giri, juga belajar kepada para ulama besar yang banyak menetap di Negeri Pasai .Seperti ulama ahli tasawuf yang berasal dari Bagdad, Mesir , Arab dan Persi atau Iran. Sesudah belajar di Negeri Pasai, Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku pulang keJawa. Raden Paku kembali ke Gresik, mendirikan pesantren di Giri sehingga terkenal sebagai Sunan Giri .
Sedang Raden Makdum Ibrahim diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah diTuban. Dalam
berdakwa Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang.
Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan
dibagian tengahnya . Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak maka timbullah suaranya yang merdu ditelinga penduduk setempat . Lebih –lebih bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu, beliau adalah seorang Wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi, sehingga beliau bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi para pendengarnya . Setiap Raden Makdum Ibrahim membunyikan Bonang, pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarkannya . Dan tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus melagukan tembang – tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim.
Begitulah siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran.Setelah rakyat berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran Islam kepada mereka.
Tembang-tembang yang diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam.Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan.
Diantara tembang yang terkenal ialah :
“Tamba ati iku sak warnane,
Maca Qur’an angen-angen sak maknane,
Kaping pindho shalat sunah lakonona,
Kaping telu wong kang saleh kancanana,
Kaping papat kudu wetheng ingkang luwe,
Kaping lima dzikir wengi ingkang suwe,
Sopo wongé bisa ngelakoni, Insya Allah Gusti Allah nyemba dani.
Artinya :
Obat sakit jiwa ( hati ) itu ada lima jenisnya.
Pertama membaca Al- Qur’an dengan artinya, Kedua mengerjakan shalat malam ( sunnah Tahajjud ),
Ketiga sering bersahabat dengan orang saleh ( berilmu ),
Keempat harus sering berprihatin ( berpuasa ),
Kelima sering berdzikir mengingat Allah di waktu malam,
Siapa saja mampu mengerjakannya, Insya Allah Tuhan Allah mengabulkan.
Hingga sekarang lagi ini sering dilantunkan para santri ketika hendak shalat
jama’ah, baik di pedesaan maupun dipesantren. Murid-murid Raden Makdum Ibrahim ini sangat banyak, baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara maupun Madura. Karena beliau sering mempergunakan Bonang dalam berdakwah maka masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang. Beliau juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk .Hingga sekarang karya sastra Sunan Bonang
itu dianggap sebagai karya yang sangat hebat, penuh keindahan dan makna kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang disimpan rapi di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda . (Nederland ) Pada masa hidupnya, Sunan
Bonang termasuk penyokong kerajaan Islam Demak, dan ikut membantu
mendirikan Masjid Agung Demak. Oleh masyarakat Demak ketika itu, ia dikenal sebagai pemimpin bala tentara Demak. Dialah yang memutuskan pengangkatan Sunan Ngudung sebagai panglima tentara Islam Demak. Ketika Sunan Ngudung gugur, Sunan Bonang pula yang mengangkat Sunan Kudus sebagai panglima perang. Nasihat yang berharga diberikan pula pada Sunan Kudus tentang strategi perang menghadapi Majapahit. Selain itu, Sunan Bonang dipandang adil dalam membuat keputusan yang memuaskan banyak orang,
melalui sidang-sidang ''pengadilan'' yang dipimpinnya. Misalnya dalam kisah pengadilan atas diri Syekh Siti Jenar, alias Syekh Lemah Abang. Lokasi ''pengadilan'' itu sendiri punya dua versi. Satu versi mengatakan, sidang itu dilakukan di Masjid Agung Kasepuhan, Cirebon. Tapi, versi lain menyebutkan, sidang itu diselenggarakan di Masjid Agung Demak. Sunan Bonang juga berperan dalam pengangkatan Raden Patah. Dalam menyiarkan ajaran Islam, Sunan Bonang mengandalkan sejumlah kitab, antara lain Ihya Ulumuddin dari al-Ghazali, dan Al-Anthaki dari Dawud
al-Anthaki. Juga tulisan Abu Yzid Al-Busthami dan Syekh Abdul Qadir Jaelani. Ajaran Sunang Bonang, menurut disertasi JGH Gunning dan disertasi BJO Schrieke, memuat tiga tiang
agama: tasawuf, ussuludin, dan fikih. Ajaran tasawuf, misalnya, menurut versi Sunan Bonang menjadi penting karena menunjukkan bagaimana orang Islam menjalani kehidupan dengan kesungguhan dan kecintaannya kepada Allah. Para penganut Islam harus menjalankan, misalnya, salat, berpuasa, dan membayar zakat. Selain itu, manusia harus menjauhi tiga musuh utama: dunia, hawa nafsu, dan setan. Untuk menghindari ketiga ''musuh'' itu, manusia dianjurkan jangan banyak bicara, bersikap rendah hati, tidak mudah putus asa, dan bersyukur atas nikmat Allah. Sebaliknya, orang harus menjauhi sikap dengki, sombong, serakah, serta gila pangkat dan kehormatan. Menurut Gunning dan Schrieke, naskah ajaran Sunan Bonang merupakan naskah Wali Songo yang relatif lebih lengkap. Ajaran wali yang lain tak ditemukan naskahnya, dan kalaupun ada, tak begitu lengkap. Di situ disebutkan pula bahwa ajaran Sunan Bonang berasal dari ajaran Syekh Jumadil Kubro, ayahanda Maulana Malik Ibrahim, yang menurunkan ajaran kepada Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, dan Sunan Muria.
Dikisahkan beliau pernah menaklukkan seorang pemimpin perampok dan anak buahnya hanya mempergunakan tambang dan gending. Dharma dan irama Mocopa,t Begitu gending ditabuh Kebondanu dan anak buahnya tidak mampu bergerak, seluruh persendian mereka seperti dilolosi dari tempatnya. Sehingga gagallah mereka melaksanakan niat jahatnya.
“Ampun ………. hentikanlah bunyi gamelan itu, kami tidak kuat !” Demikian rintih Kebondanu dan anak
buahnya.
“Gending yang kami bunyikan sebenarnya tidak berpengaruh buruk terhadap kalian jika saja hati kalian tidak buruk dan jahat. ” “Ya, kami menyerah, kami tobat !Kami tidak akan melakukan perbuatan jahat lagi, tapi ………. “ Kebondanu ragu meneruskan ucapannya.
“Kenapa Kebondanu, teruskan ucapanmu !” ujar Sunan Bonang.
“Mungkinkah Tuhan mengampuni dosa-dosa kami yang sudah tak terhitung lagi banyaknya, ” kata Kebondanu dengan ragu. “Kami sudah sering merampok, membunuh dan melakukan tindak kejahatan lainnya. ” “Pintu tobat selalu terbuka bagi siapa saja, ” kata Sunan Bonang. “Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengampun dan Penerima tobat. ” “Walau dosa kami setinggi gunung ?” Tanya Kebondanu.
“Ya, walau dosamu setinggi gunung dan sebanyak pasir dilaut. ” Akhirnya Kebondanu benar-benar bertobat dan menjadi murid Sunan Bonang yang setia. Demikian pula anak buahnya. Pada suatu ketika juga ada seorang Brahmana sakti dari India yang berlayar ke Tuban. Tujuannya hendak mengadu kesaktian dan berdebat tentang masalah keagamaan dengan Sunan Bonang. Namun ketika ia berlayar menuju Tuban, perahunya terbalik dihantam badai. Walaupun ia dan para pengikutnya berhasil menyelamatkan diri kitab-kitab referensi yang hendak dipergunakan untuk berdebat dengan Sunan Bonang telah tenggelam ke dasar laut. Di tepi pantai mereka melihat seorang lelaki berjubah putih sedang berjalan sembari membawa tongkat. Mereka
menghentikan lelaki itu dan menyapanya. Lelaki berjubah putih itu menghentikan langkah dan menancapkan tongkatnya ke pasir.
“Saya datang dari India hendak mencari seorang ulama besar bernama Sunan Bonang.”kata sang Brahmana.
“Untuk apa Tuan mencari Sunan Bonang?” tanya lelaki itu .
“Akan saya ajak berdebat tentang masalah keagamaan ,kata sang Brahmana .”Tapi sayang kitab –kitab yang saya bawa telah tenggelam kedasar laut . ” Tanpa banyak bicara lelaki itu mencabut tongkatnya yang menancap dipasir ,mendadak tersemburlah air dari lubang tongkat itu, membawa keluar semua kitab yang dibawa sang Brahmana.
“Itukah kitab-kitab Tuan yang tenggelam kedasar laut?”Tanya lelaki itu. Sang Brahmana dan pengikutnya memeriksa kitab-kitab itu. Ternyata benar miliknya sendiri. Berdebarlah hati sang Brahmana sembari menduga-duga siapa sebenarnya lelaki berjubah putih itu.
“Apakah nama daerah tempat saya terdampar ini?”tanya sang Brahmana “Tuan berada dipantai Tuban !”jawab lelaki itu .Serta merta Brahmana dan para pengikutnya menjatuhkan diri berlutut dihadapan lelaki itu .Mereka sudah dapat mendiga pastilah lelaki berjubah putih itu adalah Sunan Bonang sendiri.
Siapalagi orang sakti berilmu tinggi yang berada dikota Tuban selain Sunan Bonang .Sang Brahmana tidak jadi melaksanakan niatnya menantang Sunan Bonang untuk adu kesaktian dan mendebat masalah keagamaan, malah kemudian ia berguru kepada Sunan Bonang dan menjadi pengikut Sunan Bonang yang setia.
Sunan Bonang wafat di Pulau Bawean, pada 1525. Saat akan dimakamkan, ada perebutan antara warga Bawean dan warga Bonang, Tuban. Warga Bawean ingin Sunan Bonang dimakamkan di pulau mereka, karena sang Sunan sempat berdakwah di pulau utara Jawa itu. Tetapi, warga Tuban tidak mau terima. Pada malam setelah kematiannya, sejumlah murid dari Bonang mengendap ke Bawean, ''mencuri'' jenazah sang Sunan. Esoknya, dilakukanlah pemakaman. Anehnya, jenazah Sunan Bonang tetap ada, baik di Bonang maupun di Bawean! Karena
itu, sampai sekarang, makam Sunan Bonang ada di dua tempat. Satu di Pulau Bawean, dan satunya lagi di sebelah barat Masjid Agung Tuban, Desa Kutareja, Tuban. Kini kuburan itu dikitari tembok dengan tiga lapis halaman. Setiap halaman dibatasi tembok berpintu gerbang.
Adalagi legenda aneh tentang Sunan Bonang .
Sewaktu beliau wafat, jenasahnya hendak dibawa ke Surabaya untuk dimakamkan disamping Sunan Ampel yaitu ayahandanya .Tetapi kapal yang digunakan mengangkut jenazahnya tidak bisa bergerak sehingga terpaksa jenazahnya Sunan Bonang dimakamkan di Tuban yaitu disebelah barat Masjid
Jami ’Tuban.

sunan bonang

berbagai sumber disebutkan
bahwa Sunan Bonang itu
nama aslinya adalah Syekh
Maulana Makhdum Ibrahim.
Putra Sunan Ampel dan Dewi
Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila.
Ada yang mengatakan Dewi
Condrowati itu adalah putri
Prabu Kertabumi ada pula
yang berkata bahwa Dewi
Condrowati adalah putri angkat Adipati Tuban yang
sudah beragama Islam yaitu
Ario Tejo. Sebagai seorang Wali yang
disegani dan dianggap Mufti
atau pemimpin agama se
Tanah Jawa ,tentu saja Sunan
Ampel mempunyai ilmu yang
sangat tinggi. Sejak kecil, Raden Makdum
Ibrahim sudah diberi pelajaran
agama Islam secara tekun dan
disiplin . Sudah bukan rahasia
lagi bahwa latihan atau riadha
para Wali itu lebih berat dari pada orang awam. Raden
Makdum Ibrahim adalah calon
Wali yang besar , maka Sunan
Ampel sejak dini juga
mempersiapkan sebaik
mungkin . Disebutkan dari berbagai literature bahwa
Raden Makdum Ibrahim dan
Raden Paku sewaktu masih
remaja meneruskan pelajaran
agama Islam hingga ke Tanah
seberang ,yaitu Negeri Pasai . Keduanya menambah
pengetahuan kepada Syekh
Awwalul Islam atau ayah
kandung dari Sunan Giri,juga
belajar kepada para ulama
besar yang banyak menetap di Negeri Pasai .Seperti ulama
ahli tasawuf yang berasal dari
Bagdad, Mesir , Arab dan Persi
atau Iran. Sesudah belajar di
Negeri Pasai, Raden Makdum
Ibrahim dan Raden Paku pulang keJawa. Raden Paku
kembali ke Gresik, mendirikan
pesantren di Giri sehingga
terkenal sebagai Sunan Giri . Sedang Raden Makdum
Ibrahim diperintahkan Sunan
Ampel untuk berdakwah
diTuban. Dalam berdakwa
Raden Makdum Ibrahim ini
sering mempergunakan kesenian rakyat untuk
menarik simpati mereka,
yaitu berupa seperangkat
gamelan yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis
kuningan yang ditonjolkan
dibagian tengahnya . Bila
benjolan itu dipukul dengan
kayu lunak maka timbullah
suaranya yang merdu ditelinga penduduk setempat .
Lebih –lebih bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang
membunyikan alat musik itu,
beliau adalah seorang Wali
yang mempunyai cita rasa
seni yang tinggi, sehingga
beliau bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi para
pendengarnya . Setiap Raden
Makdum Ibrahim
membunyikan Bonang, pasti
banyak penduduk yang
datang ingin mendengarkannya . Dan tidak
sedikit dari mereka yang ingin
belajar membunyikan Bonang
sekaligus melagukan tembang
– tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim. Begitulah siasat Raden
Makdum Ibrahim yang
dijalankan penuh
kesabaran.Setelah rakyat
berhasil direbut simpatinya
tinggal mengisikan saja ajaran Islam kepada mereka. Tembang-tembang yang
diajarkan Raden Makdum
Ibrahim adalah tembang yang
berisikan ajaran agama
Islam.Sehingga tanpa terasa
penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang
hati, bukan dengan paksaan. Diantara tembang yang
terkenal ialah : “Tamba ati iku sak warnane, Maca Qur’an angen-angen sak maknane,
Kaping pindho shalat sunah
lakonona,
Kaping telu wong kang saleh
kancanana,
Kaping papat kudu wetheng ingkang luwe,
Kaping lima dzikir wengi
ingkang suwe,
Sopo wongé bisa ngelakoni,
Insya Allah Gusti Allah
nyemba dani. Artinya :
Obat sakit jiwa ( hati ) itu ada
lima jenisnya.
Pertama membaca Al-Qur ’an dengan artinya,
Kedua mengerjakan shalat
malam ( sunnah Tahajjud ),
Ketiga sering bersahabat
dengan orang saleh
( berilmu ), Keempat harus sering
berprihatin ( berpuasa ),
Kelima sering berdzikir
mengingat Allah di waktu
malam,
Siapa saja mampu mengerjakannya, Insya Allah
Tuhan Allah mengabulkan. Hingga sekarang lagi ini sering
dilantunkan para santri ketika
hendak shalat jama ’ah, baik di pedesaan maupun
dipesantren. Murid-murid
Raden Makdum Ibrahim ini
sangat banyak, baik yang
berada di Tuban, Pulau
Bawean, Jepara maupun Madura. Karena beliau sering
mempergunakan Bonang
dalam berdakwah maka
masyarakat memberinya
gelar Sunan Bonang. Beliau
juga menciptakan karya sastra yang disebut
Suluk .Hingga sekarang karya
sastra Sunan Bonang itu
dianggap sebagai karya yang
sangat hebat, penuh
keindahan dan makna kehidupan beragama. Suluk
Sunan Bonang disimpan rapi di
Perpustakaan Universitas
Leiden, Belanda . (Nederland ) Pada masa hidupnya, Sunan
Bonang termasuk penyokong
kerajaan Islam Demak, dan
ikut membantu mendirikan
Masjid Agung Demak. Oleh
masyarakat Demak ketika itu, ia dikenal sebagai pemimpin
bala tentara Demak. Dialah
yang memutuskan
pengangkatan Sunan
Ngudung sebagai panglima
tentara Islam Demak. Ketika Sunan Ngudung gugur,
Sunan Bonang pula yang
mengangkat Sunan Kudus
sebagai panglima perang.
Nasihat yang berharga
diberikan pula pada Sunan Kudus tentang strategi perang
menghadapi Majapahit. Selain
itu, Sunan Bonang dipandang
adil dalam membuat
keputusan yang memuaskan
banyak orang, melalui sidang- sidang ”pengadilan” yang dipimpinnya. Misalnya dalam kisah
pengadilan atas diri Syekh Siti
Jenar, alias Syekh Lemah
Abang. Lokasi ”pengadilan” itu sendiri punya dua versi.
Satu versi mengatakan, sidang
itu dilakukan di Masjid Agung
Kasepuhan, Cirebon. Tapi, versi
lain menyebutkan, sidang itu
diselenggarakan di Masjid Agung Demak. Sunan Bonang
juga berperan dalam
pengangkatan Raden Patah. Dalam menyiarkan ajaran
Islam, Sunan Bonang
mengandalkan sejumlah
kitab, antara lain Ihya
Ulumuddin dari al-Ghazali, dan
Al-Anthaki dari Dawud al- Anthaki. Juga tulisan Abu
Yzid Al-Busthami dan Syekh
Abdul Qadir Jaelani. Ajaran
Sunang Bonang, menurut
disertasi JGH Gunning dan
disertasi BJO Schrieke, memuat tiga tiang agama:
tasawuf, ussuludin, dan fikih. Ajaran tasawuf, misalnya,
menurut versi Sunan Bonang
menjadi penting karena
menunjukkan bagaimana
orang Islam menjalani
kehidupan dengan kesungguhan dan
kecintaannya kepada Allah.
Para penganut Islam harus
menjalankan, misalnya, salat,
berpuasa, dan membayar
zakat. Selain itu, manusia harus menjauhi tiga musuh
utama: dunia, hawa nafsu, dan
setan. Untuk menghindari ketiga
”musuh” itu, manusia dianjurkan jangan banyak
bicara, bersikap rendah hati,
tidak mudah putus asa, dan
bersyukur atas nikmat Allah.
Sebaliknya, orang harus
menjauhi sikap dengki, sombong, serakah, serta gila
pangkat dan kehormatan.
Menurut Gunning dan
Schrieke, naskah ajaran Sunan
Bonang merupakan naskah
Wali Songo yang relatif lebih lengkap. Ajaran wali yang lain tak
ditemukan naskahnya, dan
kalaupun ada, tak begitu
lengkap. Di situ disebutkan
pula bahwa ajaran Sunan
Bonang berasal dari ajaran Syekh Jumadil Kubro,
ayahanda Maulana Malik
Ibrahim, yang menurunkan
ajaran kepada Sunan Ampel,
Sunan Bonang, Sunan Drajat,
Sunan Kalijaga, dan Sunan Muria. Dikisahkan beliau pernah
menaklukkan seorang
pemimpin perampok dan
anak buahnya hanya
mempergunakan tambang
dan gending. Dharma dan irama Mocopa,t Begitu
gending ditabuh Kebondanu
dan anak buahnya tidak
mampu bergerak, seluruh
persendian mereka seperti
dilolosi dari tempatnya. Sehingga gagallah mereka
melaksanakan niat jahatnya. “Ampun ………. hentikanlah bunyi gamelan itu, kami tidak
kuat !” Demikian rintih Kebondanu dan anak
buahnya. “Gending yang kami bunyikan sebenarnya tidak
berpengaruh buruk terhadap
kalian jika saja hati kalian
tidak buruk dan jahat. ” “Ya, kami menyerah, kami tobat !Kami tidak akan
melakukan perbuatan jahat
lagi, tapi ………. “ Kebondanu ragu meneruskan ucapannya. “Kenapa Kebondanu, teruskan ucapanmu !” ujar Sunan Bonang. “Mungkinkah Tuhan mengampuni dosa-dosa kami
yang sudah tak terhitung lagi
banyaknya, ” kata Kebondanu dengan ragu. “Kami sudah sering merampok, membunuh
dan melakukan tindak
kejahatan lainnya. ” “Pintu tobat selalu terbuka bagi siapa saja, ” kata Sunan Bonang. “Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengampun dan
Penerima tobat. ” “Walau dosa kami setinggi gunung ?” Tanya Kebondanu. “Ya, walau dosamu setinggi gunung dan sebanyak pasir
dilaut. ” Akhirnya Kebondanu benar-
benar bertobat dan menjadi
murid Sunan Bonang yang
setia. Demikian pula anak
buahnya. Pada suatu ketika
juga ada seorang Brahmana sakti dari India yang berlayar
ke Tuban. Tujuannya hendak
mengadu kesaktian dan
berdebat tentang masalah
keagamaan dengan Sunan
Bonang. Namun ketika ia berlayar menuju Tuban,
perahunya terbalik dihantam
badai. Walaupun ia dan para
pengikutnya berhasil
menyelamatkan diri kitab-
kitab referensi yang hendak dipergunakan untuk berdebat
dengan Sunan Bonang telah
tenggelam ke dasar laut. Di
tepi pantai mereka melihat
seorang lelaki berjubah putih
sedang berjalan sembari membawa tongkat. Mereka
menghentikan lelaki itu dan
menyapanya. Lelaki berjubah
putih itu menghentikan
langkah dan menancapkan
tongkatnya ke pasir. “Saya datang dari India hendak mencari seorang
ulama besar bernama Sunan
Bonang.”kata sang Brahmana. “Untuk apa Tuan mencari Sunan Bonang?” tanya lelaki itu . “Akan saya ajak berdebat tentang masalah
keagamaan ,kata sang
Brahmana .”Tapi sayang kitab –kitab yang saya bawa telah tenggelam kedasar laut . ” Tanpa banyak bicara lelaki itu
mencabut tongkatnya yang
menancap dipasir ,mendadak
tersemburlah air dari lubang
tongkat itu, membawa keluar
semua kitab yang dibawa sang Brahmana. “Itukah kitab-kitab Tuan yang tenggelam kedasar
laut?” Tanya lelaki itu. Sang Brahmana dan
pengikutnya memeriksa
kitab-kitab itu. Ternyata
benar miliknya sendiri.
Berdebarlah hati sang
Brahmana sembari menduga- duga siapa sebenarnya lelaki
berjubah putih itu. “Apakah nama daerah tempat saya terdampar ini ?” tanya sang Brahmana “Tuan berada dipantai Tuban !”jawab lelaki itu .Serta merta Brahmana dan para
pengikutnya menjatuhkan
diri berlutut dihadapan lelaki
itu .Mereka sudah dapat
mendiga pastilah lelaki
berjubah putih itu adalah Sunan Bonang sendiri. Siapalagi orang sakti berilmu
tinggi yang berada dikota
Tuban selain Sunan
Bonang .Sang Brahmana tidak
jadi melaksanakan niatnya
menantang Sunan Bonang untuk adu kesaktian dan
mendebat masalah
keagamaan, malah kemudian
ia berguru kepada Sunan
Bonang dan menjadi pengikut
Sunan Bonang yang setia. Sunan Bonang wafat di Pulau
Bawean, pada 1525. Saat akan
dimakamkan, ada perebutan
antara warga Bawean dan
warga Bonang, Tuban. Warga
Bawean ingin Sunan Bonang dimakamkan di pulau mereka,
karena sang Sunan sempat
berdakwah di pulau utara
Jawa itu. Tetapi, warga Tuban
tidak mau terima. Pada malam
setelah kematiannya, sejumlah murid dari Bonang
mengendap ke Bawean,
”mencuri” jenazah sang Sunan. Esoknya, dilakukanlah
pemakaman. Anehnya,
jenazah Sunan Bonang tetap
ada, baik di Bonang maupun di
Bawean! Karena itu, sampai
sekarang, makam Sunan Bonang ada di dua tempat.
Satu di Pulau Bawean, dan
satunya lagi di sebelah barat
Masjid Agung Tuban, Desa
Kutareja, Tuban. Kini kuburan
itu dikitari tembok dengan tiga lapis halaman. Setiap
halaman dibatasi tembok
berpintu gerbang. Adalagi legenda aneh tentang
Sunan Bonang . Sewaktu beliau wafat,
jenasahnya hendak dibawa ke
Surabaya untuk dimakamkan
disamping Sunan Ampel yaitu
ayahandanya .Tetapi kapal
yang digunakan mengangkut jenazahnya tidak bisa
bergerak sehingga terpaksa
jenazahnya Sunan Bonang
dimakamkan di Tuban yaitu
disebelah barat Masjid Jami
’Tuban.

sunan ampel

PRABU Sri Kertawijaya tak
kuasa memendam gundah.
Raja Majapahit itu risau
memikirkan pekerti
warganya yang bubrah tanpa
arah. Sepeninggal Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih
Gajah Mada, kejayaan
Majapahit tinggal cerita pahit.
Perang saudara berkecamuk di
mana-mana. Panggung judi,
main perempuan, dan mabuk- mabukan menjadi
”kesibukan ” harian kaum bangsawan –pun rakyat kebanyakan. Melihat beban berat suaminya,
Ratu Darawati merasa wajib
urun rembuk. ”Saya punya keponakan yang ahli
mendidik kemerosotan budi
pekerti, ” kata permaisuri yang juga putri Raja Campa
itu. ”Namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putra Kakanda
Dewi Candrawulan, ” Darawati menambahkan. Tanpa berpikir
panjang, Kertawijaya
mengirim utusan, menjemput
Ali Rahmatullah ke Campa – kini wilayah Kamboja. Ali Rahmatullah inilah yang
kelak lebih dikenal sebagai
Sunan Ampel. Cucu Raja
Campa itu adalah putra kedua
pasangan Syekh Ibrahim
Asmarakandi dan Dewi Candrawulan. Ayahnya,
Syekh Ibrahim, adalah
seorang ulama asal
Samarkand, Asia Tengah.
Kawasan ini melahirkan
beberapa ulama besar, antara lain perawi hadis Imam
Bukhari. Ibrahim berhasil
mengislamkan Raja Campa. Ia
kemudian diangkat sebagai
menantu. Sejumlah sumber
sejarah mencatat silsilah
Ibrahim dan Rahmatullah, yang sampai pada Nabi
Muhammad lewat jalur Imam
Husein bin Ali. Tarikh Auliya
karya KH Bisri Mustofa
mencantumkan nama
Rahmatullah sebagai keturunan Nabi ke-23. Ia diperkirakan lahir pada
1420, karena ketika berada di
Palembang, pada 1440, sebuah
sumber sejarah menyebutnya
berusia 20 tahun. Soalnya,
para sejarawan lebih banyak mendiskusikan tahun
kedatangan Rahmatullah di
Pulau Jawa. Petualang
Portugis, Tome Pires, menduga
kedatangan itu pada 1443. Hikayat Hasanuddin
memperkirakannya pada
sebelum 1446 –tahun kejatuhan Campa ke tangan
Vietnam. De Hollander menulis,
sebelum ke Jawa,
Rahmatullah
memperkenalkan Islam
kepada Raja Palembang, Arya Damar, pada 1440. Perkiraan
Tome Pires menjadi
bertambah kuat. Dalam
lawatan ke Jawa,
Rahmatullah didampingi
ayahnya, kakaknya (Sayid Ali Murtadho), dan
sahabatnya (Abu Hurairah). Rombongan mendarat di kota
bandar Tuban, tempat mereka
berdakwah beberapa lama,
sampai Syekh Asmarakandi
wafat. Makamnya kini masih
terpelihara di Desa Gesikharjo, Palang, Tuban. Sisa rombongan
melanjutkan perjalanan ke
Trowulan, ibu kota Majapahit,
menghadap Kertawijaya. Di
sana, Rahmatullah
menyanggupi permintaan raja untuk mendidik moral para
bangsawan dan kawula
Majapahit. Sebagai hadiah, ia diberi tanah
di Ampeldenta, Surabaya.
Sejumlah 300 keluarga
diserahkan untuk dididik dan
mendirikan permukiman di
Ampel. Meski raja menolak masuk Islam, Rahmatullah
diberi kebebasan
mengajarkan Islam pada
warga Majapahit, asal tanpa
paksaan. Selama tinggal di
Majapahit, Rahmatullah dinikahkan dengan Nyai
Ageng Manila, putri
Tumenggung Arya Teja,
Bupati Tuban. Sejak itu, gelar pangeran dan
raden melekat di depan
namanya. Raden Rahmat
diperlakukan sebagai keluarga
keraton Majapahit. Ia pun
makin disegani masyarakat. Pada hari yang ditentukan,
berangkatlah rombongan
Raden Rahmat ke Ampel. Dari
Trowulan, melewati Desa
Krian, Wonokromo, berlanjut
ke Desa Kembang Kuning. Di sepanjang perjalanan, Raden
Rahmat terus melakukan
dakwah. Ia membagi-bagikan kipas
yang terbuat dari akar
tumbuhan kepada penduduk.
Mereka cukup mengimbali
kipas itu dengan
mengucapkan syahadat. Pengikutnya pun bertambah
banyak. Sebelum tiba di
Ampel, Raden Rahmat
membangun langgar (musala)
sederhana di Kembang
Kuning, delapan kilometer dari Ampel. Langgar ini kemudian menjadi
besar, megah, dan bertahan
sampai sekarang –dan diberi nama Masjid Rahmat.
Setibanya di Ampel, langkah
pertama Raden Rahmat adalah
membangun masjid sebagai
pusat ibadah dan dakwah.
Kemudian ia membangun pesantren, mengikuti model
Maulana Malik Ibrahim di
Gresik. Format pesantrennya
mirip konsep biara yang
sudah dikenal masyarakat
Jawa. Raden Rahmat memang
dikenal memiliki kepekaan
adaptasi. Caranya
menanamkan akidah dan
syariat sangat
memperhatikan kondisi masyarakat. Kata ”salat” diganti dengan
”sembahyang ” (asalnya: sembah dan hyang). Tempat
ibadah tidak dinamai musala,
tapi ”langgar”, mirip kata sanggar. Penuntut ilmu
disebut santri, berasal dari
shastri –orang yang tahu buku suci agama Hindu. Siapa pun, bangsawan atau
rakyat jelata, bisa nyantri
pada Raden Rahmat. Meski
menganut mazhab Hanafi,
Raden Rahmat sangat toleran
pada penganut mazhab lain. Santrinya dibebaskan ikut
mazhab apa saja. Dengan cara
pandang netral itu, pendidikan
di Ampel mendapat simpati
kalangan luas. Dari sinilah
sebutan ”Sunan Ampel ” mulai populer. Ajarannya yang terkenal
adalah falsafah ”Moh Limo”. Artinya: tidak melakukan
lima hal tercela. Yakni moh
main (tidak mau judi), moh
ngombe (tidak mau mabuk),
moh maling (tidak mau
mencuri), moh madat (tidak mau mengisap candu), dan
moh madon (tidak mau
berzina). Falsafah ini sejalan
dengan problem kemerosotan
moral warga yang dikeluhkan
Sri Kertawijaya. Sunan Ampel sangat
memperhatikan kaderisasi.
Buktinya, dari sekian putra
dan santrinya, ada yang
kemudian menjadi tokoh
Islam terkemuka. Dari perkawinannya dengan Nyai
Ageng Manila, menurut satu
versi, Sunan Ampel dikaruniai
enam anak. Dua di antaranya
juga menjadi wali, yaitu
Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) dan Sunan Drajat
(Raden Qosim). Seorang putrinya, Asyikah, ia
nikahkan dengan muridnya,
Raden Patah, yang kelak
menjadi sultan pertama
Demak. Dua putrinya dari istri
yang lain, Nyai Karimah, ia nikahkan dengan dua
muridnya yang juga wali.
Yakni Dewi Murtasiah,
diperistri Sunan Giri, dan Dewi
Mursimah, yang dinikahkan
dengan Sunan Kalijaga. Sunan Ampel biasa berbeda
pendapat dengan putra dan
murid-mantunya yang juga
para wali. Dalam hal
menyikapi adat, Sunan Ampel
lebih puritan ketimbang Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga
pernah menawarkan untuk
mengislamkan adat sesaji,
selamatan, wayang, dan
gamelan. Sunan Ampel
menolak halus. ”Apakah tidak khawatir kelak adat itu akan dianggap
berasal dari Islam?” kata Sunan Ampel. ”Nanti bisa bidah, dan Islam tak murni
lagi.” Pandangan Sunan Ampel didukung Sunan Giri dan
Sunan Drajat. Sementara
Sunan Kudus dan Sunan
Bonang menyetujui Sunan
Kalijaga. Sunan Kudus
membuat dua kategori: adat yang bisa dimasuki Islam, dan
yang sama sekali tidak. Ini mirip dengan perdebatan
dalam ushul fiqih: apakah adat
bisa dijadikan sumber hukum
Islam atau tidak. Meski
demikian, perbedaan itu tidak
mengganggu silaturahmi antarpara wali. Sunan Ampel
memang dikenal bijak
mengelola perbedaan
pendapat. Karena itu,
sepeninggal Maulana Malik
Ibrahim, ia diangkat menjadi sesepuh Wali Songo dan mufti
(juru fatwa) se-tanah Jawa. Menurut satu versi, Sunan
Ampel-lah yang
memprakarsai pembentukan
Dewan Wali Songo, sebagai
strategi menyelamatkan
dakwah Islam di tengah kemelut politik Majapahit.
Namun, mengenai tanggal
wafatnya, tak ada bukti
sejarah yang pasti. Sumber-
sumber tradisional memberi
titimangsa yang berbeda. Babad Gresik menyebutkan
tahun 1481, dengan
candrasengkala ”Ngulama Ampel Seda Masjid ”. Cerita tutur menyebutkan, beliau
wafat saat sujud di masjid.
Serat Kanda edisi Brandes
menyatakan tahun 1406.
Sumber lain menunjuk tahun
1478, setahun setelah berdirinya Masjid Demak. Ia
dimakamkan di sebelah barat
Masjid Ampel, di areal seluas
1.000 meter persegi, bersama
ratusan santrinya. Kompleks makam tersebut
dikelilingi tembok besar
setinggi 2,5 meter. Makam
Sunan Ampel bersama istri
dan lima kerabatnya dipagari
baja tahan karat setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64
meter persegi. Khusus makam
Sunan Ampel dikelilingi pasir
putih. Setiap hari, penziarah
ke makam Sunan Ampel rata-
rata 1.000 orang, dari berbagai pelosok Tanah Air. Jumlahnya bertambah pada
acara ritual tertentu, seperti
saat Haul Agung Sunan Ampel
ke-552, awal November lalu.
Pengunjungnya membludak
sampai 10.000 orang. Kalau makam Maulana Malik
Ibrahim sepi penziarah di
bulan Ramadhan, makam
Sunan Ampel justru makin
ramai 24 jam pada bulan
puasa.

sunan kalijaga

SUNAN KALIJAGA HUTAN Jatiwangi, pada suatu
masa. Di rindang lebat
pepohonan jati di kawasan
Lasem, Rembang, Jawa
Tengah, itu dua lelaki berbeda
umur tegak berhadapan. Yang satu pemuda berpakaian serba
hitam. Di depannya seorang
pria lebih tua, dibalut busana
serba putih. Sebatang tongkat
menyangga tubuhnya. Pemuda berbaju hitam itu
bernama Lokajaya, berandal
yang gemar membegal
pejalan yang melewati hutan
Jatiwangi. Ia silau oleh
kemilau kuning keemasan gagang tongkat yang dibawa
pria berjubah putih. Siapa pun
orang berjubah putih itu,
layaklah ia menjadi mangsa
Lokajaya. Dan ketika tongkat
itu direbut, orang tua tadi sama sekali tak berlawan. Ia tersungkur di tanah,
kehilangan keseimbangan.
Tongkat berkepala emas itu
berpindah tangan. Bangkit
dari jatuhnya, orang tua itu
memberi nasihat, dengan tutur kata lembut. Nasihat
inilah yang mengubah jalan
hidup Lokajaya. Ia menjadi
murid orang tua itu --yang
tiada lain daripada Sunan
Bonang. Lokajaya sendiri kemudian dikenal sebagai
Sunan Kalijaga. Begitulah legenda Sunan
Kalijaga mengalir, dalam
berbagai versi. Jalan hidup
sunan yang satu ini tercantum
dalam berbagai naskah kuno,
babad, serat, hikayat, atau hanya cerita tutur turun-
temurun. Mudah dipahami
kalau muatannya berbeda-
beda. Begitu pula halnya
dengan asal-usul Sunan
Kalijaga. Menurut Babad Tanah Jawi,
Sunan Kalijaga adalah putra
Wilwatikta, Adipati Tuban.
Nama aslinya Raden Said, atau
Raden Sahid. Menurut babad
dan serat, Sunan Kalijaga juga disebut Syekh Malaya, Raden
Abdurrahman, dan Pangeran
Tuban. Gelar ''Kalijaga'' sendiri
punya banyak tafsir. Ada yang menyatakan,
asalnya dari kata jaga
(menjaga) dan kali (sungai).
Versi ini didasarkan pada
penantian Lokajaya akan
kedatangan Sunan Bonang selama tiga tahun, di tepi
sungai. Ada juga yang
menulis, kata itu berasal dari
nama sebuah desa di Cirebon,
tempat Sunan Kalijaga pernah
berdakwah. Kelahiran Sunan Kalijaga pun
menyimpan misteri. Ia
diperkirakan lahir pada 1430-
an, dihitung dari tahun
pernikahan Kalijaga dengan
putri Sunan Ampel. Ketika itu Sunan Kalijaga diperkirakan
berusia 20-an tahun. Sunan
Ampel, yang diyakini lahir
pada 1401, ketika menikahkan
putrinya dengan Sunan
Kalijaga, berusia 50-an tahun. Sunan Kalijaga dilukiskan
hidup dalam empat era
pemerintahan. Yakni masa
Majapahit (sebelum 1478),
Kesultanan Demak
(1481-1546), Kesultanan Pajang (1546-1568), dan awal
pemerintahan Mataram (1580-
an). Begitulah yang dinukilkan
Babad Tanah Jawi, yang
memerikan kedatangan Sunan
Kalijaga ke kediaman Panembahan Senopati di
Mataram. Tak lama setelah itu, Sunan
Kalijaga wafat. Jika kisah itu
benar, Sunan Kalijaga hidup
selama sekitar 150-an tahun!
Tapi, lepas dari berbagai versi
itu, kisah Sunan Kalijaga memang tak pernah padam di
kalangan masyarakat pesisir
utara Jawa Tengah, hingga
Cirebon. Terutama caranya
berdakwah, yang dianggap
berbeda dengan metode para wali yang lain. Ia memadukan dakwah
dengan seni budaya yang
mengakar di masyarakat.
Misalnya lewat wayang,
gamelan, tembang, ukir, dan
batik, yang sangat populer pada masa itu. Babad dan serat
mencatat Sunan Kalijaga
sebagai penggubah beberapa
tembang, di antaranya
Dandanggula Semarangan --
paduan melodi Arab dan Jawa. Tembang lainnya adalah Ilir-
Ilir, meski ada yang
menyebutnya karya Sunan
Bonang. Lariknya punya tafsir
yang sarat dengan dakwah.
Misalnya tak ijo royo-royo dak sengguh penganten
anyar. Ungkapan ijo royo-
royo bermakna hijau,
lambang Islam. Sedangkan
Islam, sebagai agama baru,
diamsalkan penganten anyar, alias pengantin baru. Peninggalan Sunan Kalijaga
lainnya adalah gamelan, yang
diberi nama Kanjeng Kyai
Nagawilaga dan Kanjeng Kyai
Guntur Madu. Gamelan itu kini
disimpan di Keraton Yogyakarta dan Keraton
Surakarta, seiring dengan
berpindahnya kekuasan Islam
ke Mataram. Pasangan
gamelan itu kini dikenal
sebagai gamelan Sekaten. Karya Sunan Kalijaga yang
juga menonjol adalah wayang
kulit. Ahli sejarah mencatat,
wayang yang digemari
masyarakat sebelum
kehadiran Sunan Kalijaga adalah wayang beber.
Wayang jenis ini sebatas
kertas yang bergambar kisah
pewayangan. Sunan Kalijaga
diyakini sebagai penggubah
wayang kulit. Tiap tokoh wayang dibuat
gambarnya dan disungging di
atas kulit lembu. Bentuknya
berkembang dan
disempurnakan pada era
kejayaan Kerajaan Demak, 1480-an. Cerita dari mulut ke
mulut menyebut, Kalijaga
juga piawai mendalang. Di
wilayah Pajajaran, Sunan
Kalijaga lebih dikenal sebagai
Ki Dalang Sida Brangti. Bila sedang mendalang di
kawasan Tegal, Sunan Kalijaga
bersalin nama menjadi Ki
Dalang Bengkok. Ketika
mendalang itulah Sunan
Kalijaga menyisipkan dakwahnya. Lakon yang
dimainkan tak lagi bersumber
dari kisah Ramayana dan
Mahabarata. Sunan Kalijaga
mengangkat kisah-kisah
carangan. Beberapa di antara yang
terkenal adalah lakon Dewa
Ruci, Jimat Kalimasada, dan
Petruk Dadi Ratu. Dewa Ruci
ditafsirkan sebagai kisah Nabi
Khidir. Sedangkan Jimat Kalimasada tak lain
perlambang dari kalimat
syahadat. Bahkan kebiasan
kenduri pun jadi sarana
syiarnya. Sunan Kalijaga mengganti
puja-puji dalam sesaji itu
dengan doa dan bacaan dari
kitab suci Al-Quran. Di awal
syiarnya, Kalijaga selalu
berkeliling ke pelosok desa. Menurut catatan Prof. Husein
Jayadiningrat, Kalijaga
berdakwah hingga ke
Palembang, Sumatera Selatan,
setelah dibaiat sebagai murid
Sunan Bonang. Di Palembang, ia sempat
berguru pada Syekh Sutabaris.
Cuma, keberadaan Sunan
Kalijaga di ''bumi Sriwijaya''
itu tidak meninggalkan
catatan tertulis. Hanya disebut dalam Babad Cerbon, Sunan
Kalijaga tiba di kawasan
Cirebon setelah berdakwah
dari Palembang. Konon,
Kalijaga ingin menyusul Sunan
Bonang, yang pergi ke Mekkah. Tapi, oleh Syekh Maulana
Magribi, Kalijaga
diperintahkan balik ke Jawa.
Babad Cerbon menulis, Sunan
Kalijaga menetap beberapa
tahun di Cirebon, persisnya di Desa Kalijaga, sekitar 2,5
kilometer arah selatan kota.
Pada awal kedatangannya,
Kalijaga menyamar dan
bekerja sebagai pembersih
masjid Keraton Kasepuhan. Di sinilah Sunan Kalijaga
bertemu dengan Sunan
Gunung Jati. Kisah
pertemuannya rada-rada
aneh. Sunan Gunung Jati
sengaja menguji Kalijaga dengan sebongkah emas.
Emas itu ditaruh di padasan,
tempat orang mengambil
wudu. Kalijaga sendiri tak
kaget mengingat ajaran Sunan
Ampel, ''ojo gumunan lan kagetan'' (jangan mudah
heran dan terkejut). Ia ''menyulap'' emas menjadi
batu bata, dan menjadikannya
tempat menaruh bakiak bagi
orang yang berwudu. Giliran
Sunan Gunung Jati yang
takjub. Ia pun ''menganugerahkan'' adiknya,
Siti Zaenah, untuk diperistri
Sunan Kalijaga. Hanya
beberapa tahun Sunan Kalijaga
dikisahkan menetap di
Cirebon. Dakwahnya berlanjut ke arah
timur, lewat pesisir utara
sampai ke Kadilangu, Demak.
Di sinilah diyakini Sunan
Kalijaga menetap lama hingga
akhir hayatnya. Kadilangu merupakan tempat Sunan
Kalijaga membina kehidupan
rumah tangga. Istri yang
disebut-sebut hanyalah Dewi
Sarah, putri Maulana Ishak. Pernikahan dengan Dewi
Sarah itu membuahkan tiga
anak, satu di antaranya Raden
Umar Said, yang kelak
bergelar Sunan Muria. Sunan
Muria dan Sunan Kudus tergolong satu aliran dalam
berdakwah dengan Sunan
Kalijaga. Metode dakwah
aliran Kalijaga itu amat keras
ditentang Sunan Ampel,
mertuanya, dan Sunan Drajat, kakak iparnya. Hingga kini para pengikut
ajaran Sunan Kalijaga, Sunan
Muria, dan Sunan Kudus
dikenal dengan sebutan
kelompok ''Islam abangan''.
Julukan ini hingga kini melekat pada masyarakat di
sepanjang pesisir utara, dari
Demak, Semarang, Tegal,
hingga Cirebon. Selain dakwah
dengan kontak budaya, kisah
spektakuler lainnya adalah pendirian Masjid Agung
Demak. Babad Demak menyebutkan,
masjid itu berdiri pada 1477,
berdasarkan candrasengkala
''Lawang Trus Gunaning
Janma'' --bermakna angka
1399 tahun Saka. Kisah pendirian Masjid Agung
Demak sendiri banyak
bercampur dengan dongeng.
Masih belum jelas, benarkah
kesembilan wali berada di
tempat ini dalam satu waktu. Untuk keperluan dakwah,
Syarif Hidayatullah pada
tahun itu juga menikahi Ratu
Kawunganten. Dari
pernikahan ini, dia dikarunia
dua putra, Ratu Winahon dan Pangeran Sabangkingking.
Pangeran Sabangkingking
kemudian dikenal sebagai
Sultan Hasanudin, dan
diangkat jadi Sultan Banten.
Ratu Winahon, yang lebih dikenal dengan sebutan Ratu
Ayu, dinikahkah dengan
Fachrulllah Khan, alias
Faletehan.

sunan gunung jati

Sunan Gunung Jati Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah , lahir sekitar 1450 M, namun ada juga yang mengatakan
bahwa beliau lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung Jati adalah salah
satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo . Sunan Gunung Jati merupakan satu-
satunya Walisongo yang
menyebarkan Islam di Jawa Barat . Orang tua Ayah Sunan Gunung Jati bernama Syarif Hidayatullah , lahir sekitar tahun 1450. Ayah beliau adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin
Jamaluddin Akbar, seorang
Mubaligh dan Musafir besar dari Gujarat , India yang sangat dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar bagi
kaum Sufi di tanah air. Syekh
Maulana Akbar adalah putra
Ahmad Jalal Syah putra Abdullah
Khan putra Abdul Malik putra Alwi
putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath , ulama besar di Hadramaut, Yaman yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah melalui cucu beliau Imam Husain. Ibunda Ibunda Sunan Gunung Jati adalah
Nyai Rara Santang (Syarifah
Muda'im) yaitu putri dari Sri Baduga
Maharaja Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang, dan merupakan
adik dari Kian Santang atau
Pangeran Walangsungsang yang
bergelar Cakrabuwana / Cakrabumi
atau Mbah Kuwu Cirebon Girang
yang berguru kepada Syekh Datuk Kahfi , seorang Muballigh asal Baghdad bernama asli Idhafi Mahdi bin Ahmad. Makam Nyai Rara Santang bisa kita
temui di dalam komplek KLENTENG
di Pasar Bogor, di sebelah Kebun
Raya Bogor. Silsilah .Sunan Gunung Jati @ Syarif
Hidayatullah Al-Khan bin .Sayyid 'Umadtuddin Abdullah Al-
Khan bin .Sayyid 'Ali Nuruddin Al-Khan @
'Ali Nurul 'Alam bin .Sayyid Syaikh Jumadil Qubro @
Jamaluddin Akbar Al-Khan bin .Sayyid Ahmad Shah Jalal @
Ahmad Jalaludin Al-Khan bin .Sayyid Abdullah Al-'Azhomatu
Khan bin .Sayyid Amir 'Abdul Malik Al-
Muhajir (Nasrabad,India) bin .Sayyid Alawi Ammil Faqih
(Hadhramaut) bin .Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut)bin .Sayyid Ali Kholi' Qosim bin .Sayyid Alawi Ats-Tsani bin .Sayyid Muhammad Sohibus
Saumi'ah bin .Sayyid Alawi Awwal bin .Sayyid Al-Imam 'Ubaidillah bin .Ahmad al-Muhajir bin .Sayyid 'Isa Naqib Ar-Rumi bin .Sayyid Muhammad An-Naqib bin .Sayyid Al-Imam Ali Uradhi bin .Sayyidina Ja'far As-Sodiq bin .Sayyidina Muhammad Al Baqir bin .Sayyidina 'Ali Zainal 'Abidin bin .Al-Imam Sayyidina Hussain .Al-Husain putera Ali bin Abu Tholib
dan Fatimah Az-Zahra binti Muhammad Silsilah dari Raja Pajajaran .Sunan Gunung Jati @ Syarif
Hidayatullah .Rara Santang (Syarifah Muda'im) .Prabu Jaya Dewata @ Raden
Pamanah Rasa @ Prabu Siliwangi II .Prabu Dewa Niskala (Raja Galuh/
Kawali) .Niskala Wastu Kancana @ Prabu
Siliwangi I .Prabu Linggabuana @ Prabu Wangi
(Raja yang tewas di Bubat) Pertemuan orang tuanya Pertemuan Rara Santang dengan
Syarif Abdullah cucu Syekh
Maulana Akbar masih
diperselisihkan. Sebagian riwayat
(lebih tepatnya mitos)
menyebutkan bertemu pertama kali di Mesir, tapi analisis yang lebih kuat atas dasar perkembangan
Islam di pesisir ketika itu,
pertemuan mereka di tempat-
tempat pengajian seperti yang di
Majelis Syekh Quro, Karawang
(tempat belajar Nyai Subang Larang ibunda dari Rara Santang) atau di
Majelis Syekh Datuk Kahfi, Cirebon
(tempat belajar Kian Santang
kakanda dari Rara Santang). Syarif Abdullah cucu Syekh
Maulana Akbar, sangat mungkin
terlibat aktif membantu pengajian
di majelis-majelis itu mengingat
ayahanda dan kakek beliau datang
ke Nusantara sengaja untuk menyokong perkembangan agama
Islam yang telah dirintis oleh para
pendahulu. Pernikahan Rara Santang putri dari
Prabu Siliwangi dan Nyai Subang
Larang dengan Abdullah cucu
Syekh Maulana Akbar melahirkan
seorang putra yang diberi nama
Raden Syarif Hidayatullah. Perjalanan Hidup Proses belajar Raden Syarif Hidayatullah mewarisi
kecendrungan spiritual dari kakek
buyutnya Syekh Maulana Akbar
sehingga ketika telah selesai belajar
agama di pesantren Syekh Datuk
Kahfi beliau meneruskan ke Timur Tengah. Tempat mana saja yang
dikunjungi masih diperselisihkan,
kecuali (mungkin) Mekah dan Madinah karena ke 2 tempat itu wajib dikunjungi sebagai bagian
dari ibadah haji untuk umat Islam. Babad Cirebon menyebutkan ketika
Pangeran Cakrabuwana
membangun kota Cirebon dan tidak
mempunyai pewaris, maka
sepulang dari Timur Tengah Raden
Syarif Hidayatullah mengambil peranan mambangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin
perkampungan Muslim yang baru
dibentuk itu setelah Uwaknya
wafat. Pernikahan Memasuki usia dewasa sekitar
diantara tahun 1470-1480, beliau
menikahi adik dari Bupati Banten
ketika itu bernama Nyai
Kawunganten. Dari pernikahan ini
beliau mendapatkan seorang putri yaitu Ratu Wulung Ayu dan Maulana Hasanuddin yang kelak
menjadi Sultan Banten I. Kesultanan Demak Masa ini kurang banyak diteliti para
sejarawan hingga tiba masa
pendirian Kesultanan Demak tahun 1487 yang mana beliau memberikan
andil karena sebagai anggota dari
Dewan Muballigh yang sekarang
kita kenal dengan nama Walisongo . Pada masa ini beliau berusia sekitar
37 tahun kurang lebih sama dengan
usia Raden Patah yang baru diangkat menjadi Sultan Demak I
bergelar Alam Akbar Al Fattah. Bila
Syarif Hidayat keturunan Syekh
Maulana Akbar Gujarat dari pihak
ayah, maka Raden Patah adalah
keturunan beliau juga tapi dari pihak ibu yang lahir di Campa. Dengan diangkatnya Raden Patah
sebagai Sultan di Pulau Jawa bukan
hanya di Demak, maka Cirebon
menjadi semacam Negara Bagian
bawahan vassal state dari
kesultanan Demak, terbukti dengan tidak adanya riwayat tentang
pelantikan Syarif Hidayatullah
secara resmi sebagai Sultan Cirebon. Hal ini sesuai dengan strategi yang
telah digariskan Sunan Ampel,
Ulama yang paling di-tua-kan di
Dewan Muballigh, bahwa agama
Islam akan disebarkan di P. Jawa
dengan Kesultanan Demak sebagai pelopornya. Gangguan proses Islamisasi Setelah pendirian Kesultanan Demak
antara tahun 1490 hingga 1518
adalah masa-masa paling sulit, baik
bagi Syarif Hidayat dan Raden Patah
karena proses Islamisasi secara
damai mengalami gangguan internal dari kerajaan Pakuan dan Galuh (di Jawa Barat) dan Majapahit (di Jawa Tengah dan Jawa Timur)
dan gangguan external dari Portugis yang telah mulai expansi di Asia Tenggara. Tentang personaliti dari Syarif
Hidayat yang banyak dilukiskan
sebagai seorang Ulama kharismatik,
dalam beberapa riwayat yang kuat,
memiliki peranan penting dalam
pengadilan Syekh Siti Jenar pada tahun 1508 di pelataran Masjid
Demak. Ia ikut membimbing Ulama
berperangai ganjil itu untuk
menerima hukuman mati dengan
lebih dulu melucuti ilmu kekebalan
tubuhnya. Eksekusi yang dilakukan Sunan
Kalijaga akhirnya berjalan baik, dan
dengan wafatnya Syekh Siti Jenar,
maka salah satu duri dalam daging
di Kesultana Demak telah tercabut. Raja Pakuan di awal abad 16, seiring
masuknya Portugis di Pasai dan
Malaka, merasa mendapat sekutu
untuk mengurangi pengaruh Syarif
Hidayat yang telah berkembang di
Cirebon dan Banten. Hanya Sunda Kelapa yang masih dalam kekuasaan Pakuan. Di saat yang genting inilah Syarif
Hidayat berperan dalam
membimbing Pati Unus dalam pembentukan armada gabungan
Kesultanan Banten, Demak, Cirebon
di P. Jawa dengan misi utama
mengusir Portugis dari wilayah
Asia Tenggara. Terlebih dulu Syarif
Hidayat menikahkan putrinya untuk menjadi istri Pati Unus yang
ke 2 di tahun 1511. Kegagalan expedisi jihad II Pati
Unus yang sangat fatal di tahun
1521 memaksa Syarif Hidayat
merombak Pimpinan Armada
Gabungan yang masih tersisa dan
mengangkat Tubagus Pasai (belakangan dikenal dengan nama Fatahillah ),untuk menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka,
sebagai Panglima berikutnya dan
menyusun strategi baru untuk
memancing Portugis bertempur di
P. Jawa. Sangat kebetulan karena Raja
Pakuan telah resmi mengundang
Armada Portugis datang ke Sunda
Kelapa sebagai dukungan bagi
kerajaan Pakuan yang sangat lemah
di laut yang telah dijepit oleh Kesultanan Banten di Barat dan Kesultanan Cirebon di Timur. Kedatangan armada Portugis sangat
diharapkan dapat menjaga Sunda
Kelapa dari kejatuhan berikutnya
karena praktis Kerajaan Hindu
Pakuan tidak memiliki lagi kota
pelabuhan di P. Jawa setelah Banten dan Cirebon menjadi kerajaan-
kerajaan Islam. Tahun 1527 bulan Juni Armada Portugis datang dihantam serangan
dahsyat dari Pasukan Islam yang
telah bertahun-tahun ingin
membalas dendam atas kegagalan
expedisi Jihad di Malaka 1521. Dengan ini jatuhlah Sunda Kelapa
secara resmi ke dalam Kesultanan
Banten-Cirebon dan di rubah nama
menjadi Jayakarta dan Tubagus Pasai mendapat gelar Fatahillah. Perebutan pengaruh antara Pakuan-
Galuh dengan Cirebon-Banten segera
bergeser kembali ke darat. Tetapi
Pakuan dan Galuh yang telah
kehilangan banyak wilayah
menjadi sulit menjaga keteguhan moral para pembesarnya. Satu
persatu dari para Pangeran, Putri
Pakuan di banyak wilayah jatuh ke
dalam pelukan agama Islam. Begitu
pula sebagian Panglima Perangnya. Perundingan Yang Sangat
Menentukan Satu hal yang sangat unik dari
personaliti Syarif Hidayatullah
adalah dalam riwayat jatuhnya
Pakuan Pajajaran, ibu kota Kerajaan
Sunda pada tahun 1568 hanya setahun sebelum beliau wafat
dalam usia yang sangat sepuh
hampir 120 tahun (1569).
Diriwayatkan dalam perundingan
terakhir dengan para Pembesar
istana Pakuan, Syarif Hidayat memberikan 2 opsi. Yang pertama Pembesar Istana
Pakuan yang bersedia masuk Islam
akan dijaga kedudukan dan
martabatnya seperti gelar
Pangeran, Putri atau Panglima dan
dipersilakan tetap tinggal di keraton masing-masing. Yang ke
dua adalah bagi yang tidak bersedia
masuk Islam maka harus keluar
dari keraton masing-masing dan
keluar dari ibukota Pakuan untuk
diberikan tempat di pedalaman Banten wilayah Cibeo sekarang. Dalam perundingan terakhir yang
sangat menentukan dari riwayat
Pakuan ini, sebagian besar para
Pangeran dan Putri-Putri Raja
menerima opsi ke 1. Sedang
Pasukan Kawal Istana dan Panglimanya (sebanyak 40 orang)
yang merupakan Korps Elite dari
Angkatan Darat Pakuan memilih
opsi ke 2. Mereka inilah cikal bakal
penduduk Baduy Dalam sekarang
yang terus menjaga anggota pemukiman hanya sebanyak 40
keluarga karena keturunan dari 40
pengawal istana Pakuan. Anggota
yang tidak terpilih harus pindah ke
pemukiman Baduy Luar . Yang menjadi perdebatan para ahli
hingga kini adalah opsi ke 3 yang
diminta Para Pendeta Sunda Wiwitan . Mereka menolak opsi pertama dan ke 2. Dengan kata lain
mereka ingin tetap memeluk
agama Sunda Wiwitan (aliran Hindu
di wilayah Pakuan) tetapi tetap
bermukim di dalam wilayah Istana
Pakuan. Sejarah membuktikan hingga
penyelidikan yang dilakukan para
Arkeolog asing ketika masa
penjajahan Belanda, bahwa istana
Pakuan dinyatakan hilang karena
tidak ditemukan sisa-sisa reruntuhannya. Sebagian riwayat
yang diyakini kaum Sufi
menyatakan dengan kemampuan
yang diberikan Allah karena doa
seorang Ulama yang sudah sangat
sepuh sangat mudah dikabulkan, Syarif Hidayat telah memindahkan
istana Pakuan ke alam ghaib
sehubungan dengan kerasnya
penolakan Para Pendeta Sunda
Wiwitan untuk tidak menerima
Islam ataupun sekadar keluar dari wilayah Istana Pakuan. Bagi para sejarawan beliau adalah
peletak konsep Negara Islam
modern ketika itu dengan bukti
berkembangnya Kesultanan Banten
sebagi negara maju dan makmur
mencapai puncaknya 1650 hingga 1680 yang runtuh hanya karena
pengkhianatan seorang anggota
istana yang dikenal dengan nama
Sultan Haji. Dengan segala jasanya umat Islam
di Jawa Barat memanggil beliau
dengan nama lengkap Syekh
Maulana Syarif Hidayatullah Sunan
Gunung Jati Rahimahullah.