SMS GRATIS ALL OPERATOR INDONESIA

Selasa, 05 April 2011

sunan gunung jati

Sunan Gunung Jati Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah , lahir sekitar 1450 M, namun ada juga yang mengatakan
bahwa beliau lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung Jati adalah salah
satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo . Sunan Gunung Jati merupakan satu-
satunya Walisongo yang
menyebarkan Islam di Jawa Barat . Orang tua Ayah Sunan Gunung Jati bernama Syarif Hidayatullah , lahir sekitar tahun 1450. Ayah beliau adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin
Jamaluddin Akbar, seorang
Mubaligh dan Musafir besar dari Gujarat , India yang sangat dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar bagi
kaum Sufi di tanah air. Syekh
Maulana Akbar adalah putra
Ahmad Jalal Syah putra Abdullah
Khan putra Abdul Malik putra Alwi
putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath , ulama besar di Hadramaut, Yaman yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah melalui cucu beliau Imam Husain. Ibunda Ibunda Sunan Gunung Jati adalah
Nyai Rara Santang (Syarifah
Muda'im) yaitu putri dari Sri Baduga
Maharaja Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang, dan merupakan
adik dari Kian Santang atau
Pangeran Walangsungsang yang
bergelar Cakrabuwana / Cakrabumi
atau Mbah Kuwu Cirebon Girang
yang berguru kepada Syekh Datuk Kahfi , seorang Muballigh asal Baghdad bernama asli Idhafi Mahdi bin Ahmad. Makam Nyai Rara Santang bisa kita
temui di dalam komplek KLENTENG
di Pasar Bogor, di sebelah Kebun
Raya Bogor. Silsilah .Sunan Gunung Jati @ Syarif
Hidayatullah Al-Khan bin .Sayyid 'Umadtuddin Abdullah Al-
Khan bin .Sayyid 'Ali Nuruddin Al-Khan @
'Ali Nurul 'Alam bin .Sayyid Syaikh Jumadil Qubro @
Jamaluddin Akbar Al-Khan bin .Sayyid Ahmad Shah Jalal @
Ahmad Jalaludin Al-Khan bin .Sayyid Abdullah Al-'Azhomatu
Khan bin .Sayyid Amir 'Abdul Malik Al-
Muhajir (Nasrabad,India) bin .Sayyid Alawi Ammil Faqih
(Hadhramaut) bin .Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut)bin .Sayyid Ali Kholi' Qosim bin .Sayyid Alawi Ats-Tsani bin .Sayyid Muhammad Sohibus
Saumi'ah bin .Sayyid Alawi Awwal bin .Sayyid Al-Imam 'Ubaidillah bin .Ahmad al-Muhajir bin .Sayyid 'Isa Naqib Ar-Rumi bin .Sayyid Muhammad An-Naqib bin .Sayyid Al-Imam Ali Uradhi bin .Sayyidina Ja'far As-Sodiq bin .Sayyidina Muhammad Al Baqir bin .Sayyidina 'Ali Zainal 'Abidin bin .Al-Imam Sayyidina Hussain .Al-Husain putera Ali bin Abu Tholib
dan Fatimah Az-Zahra binti Muhammad Silsilah dari Raja Pajajaran .Sunan Gunung Jati @ Syarif
Hidayatullah .Rara Santang (Syarifah Muda'im) .Prabu Jaya Dewata @ Raden
Pamanah Rasa @ Prabu Siliwangi II .Prabu Dewa Niskala (Raja Galuh/
Kawali) .Niskala Wastu Kancana @ Prabu
Siliwangi I .Prabu Linggabuana @ Prabu Wangi
(Raja yang tewas di Bubat) Pertemuan orang tuanya Pertemuan Rara Santang dengan
Syarif Abdullah cucu Syekh
Maulana Akbar masih
diperselisihkan. Sebagian riwayat
(lebih tepatnya mitos)
menyebutkan bertemu pertama kali di Mesir, tapi analisis yang lebih kuat atas dasar perkembangan
Islam di pesisir ketika itu,
pertemuan mereka di tempat-
tempat pengajian seperti yang di
Majelis Syekh Quro, Karawang
(tempat belajar Nyai Subang Larang ibunda dari Rara Santang) atau di
Majelis Syekh Datuk Kahfi, Cirebon
(tempat belajar Kian Santang
kakanda dari Rara Santang). Syarif Abdullah cucu Syekh
Maulana Akbar, sangat mungkin
terlibat aktif membantu pengajian
di majelis-majelis itu mengingat
ayahanda dan kakek beliau datang
ke Nusantara sengaja untuk menyokong perkembangan agama
Islam yang telah dirintis oleh para
pendahulu. Pernikahan Rara Santang putri dari
Prabu Siliwangi dan Nyai Subang
Larang dengan Abdullah cucu
Syekh Maulana Akbar melahirkan
seorang putra yang diberi nama
Raden Syarif Hidayatullah. Perjalanan Hidup Proses belajar Raden Syarif Hidayatullah mewarisi
kecendrungan spiritual dari kakek
buyutnya Syekh Maulana Akbar
sehingga ketika telah selesai belajar
agama di pesantren Syekh Datuk
Kahfi beliau meneruskan ke Timur Tengah. Tempat mana saja yang
dikunjungi masih diperselisihkan,
kecuali (mungkin) Mekah dan Madinah karena ke 2 tempat itu wajib dikunjungi sebagai bagian
dari ibadah haji untuk umat Islam. Babad Cirebon menyebutkan ketika
Pangeran Cakrabuwana
membangun kota Cirebon dan tidak
mempunyai pewaris, maka
sepulang dari Timur Tengah Raden
Syarif Hidayatullah mengambil peranan mambangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin
perkampungan Muslim yang baru
dibentuk itu setelah Uwaknya
wafat. Pernikahan Memasuki usia dewasa sekitar
diantara tahun 1470-1480, beliau
menikahi adik dari Bupati Banten
ketika itu bernama Nyai
Kawunganten. Dari pernikahan ini
beliau mendapatkan seorang putri yaitu Ratu Wulung Ayu dan Maulana Hasanuddin yang kelak
menjadi Sultan Banten I. Kesultanan Demak Masa ini kurang banyak diteliti para
sejarawan hingga tiba masa
pendirian Kesultanan Demak tahun 1487 yang mana beliau memberikan
andil karena sebagai anggota dari
Dewan Muballigh yang sekarang
kita kenal dengan nama Walisongo . Pada masa ini beliau berusia sekitar
37 tahun kurang lebih sama dengan
usia Raden Patah yang baru diangkat menjadi Sultan Demak I
bergelar Alam Akbar Al Fattah. Bila
Syarif Hidayat keturunan Syekh
Maulana Akbar Gujarat dari pihak
ayah, maka Raden Patah adalah
keturunan beliau juga tapi dari pihak ibu yang lahir di Campa. Dengan diangkatnya Raden Patah
sebagai Sultan di Pulau Jawa bukan
hanya di Demak, maka Cirebon
menjadi semacam Negara Bagian
bawahan vassal state dari
kesultanan Demak, terbukti dengan tidak adanya riwayat tentang
pelantikan Syarif Hidayatullah
secara resmi sebagai Sultan Cirebon. Hal ini sesuai dengan strategi yang
telah digariskan Sunan Ampel,
Ulama yang paling di-tua-kan di
Dewan Muballigh, bahwa agama
Islam akan disebarkan di P. Jawa
dengan Kesultanan Demak sebagai pelopornya. Gangguan proses Islamisasi Setelah pendirian Kesultanan Demak
antara tahun 1490 hingga 1518
adalah masa-masa paling sulit, baik
bagi Syarif Hidayat dan Raden Patah
karena proses Islamisasi secara
damai mengalami gangguan internal dari kerajaan Pakuan dan Galuh (di Jawa Barat) dan Majapahit (di Jawa Tengah dan Jawa Timur)
dan gangguan external dari Portugis yang telah mulai expansi di Asia Tenggara. Tentang personaliti dari Syarif
Hidayat yang banyak dilukiskan
sebagai seorang Ulama kharismatik,
dalam beberapa riwayat yang kuat,
memiliki peranan penting dalam
pengadilan Syekh Siti Jenar pada tahun 1508 di pelataran Masjid
Demak. Ia ikut membimbing Ulama
berperangai ganjil itu untuk
menerima hukuman mati dengan
lebih dulu melucuti ilmu kekebalan
tubuhnya. Eksekusi yang dilakukan Sunan
Kalijaga akhirnya berjalan baik, dan
dengan wafatnya Syekh Siti Jenar,
maka salah satu duri dalam daging
di Kesultana Demak telah tercabut. Raja Pakuan di awal abad 16, seiring
masuknya Portugis di Pasai dan
Malaka, merasa mendapat sekutu
untuk mengurangi pengaruh Syarif
Hidayat yang telah berkembang di
Cirebon dan Banten. Hanya Sunda Kelapa yang masih dalam kekuasaan Pakuan. Di saat yang genting inilah Syarif
Hidayat berperan dalam
membimbing Pati Unus dalam pembentukan armada gabungan
Kesultanan Banten, Demak, Cirebon
di P. Jawa dengan misi utama
mengusir Portugis dari wilayah
Asia Tenggara. Terlebih dulu Syarif
Hidayat menikahkan putrinya untuk menjadi istri Pati Unus yang
ke 2 di tahun 1511. Kegagalan expedisi jihad II Pati
Unus yang sangat fatal di tahun
1521 memaksa Syarif Hidayat
merombak Pimpinan Armada
Gabungan yang masih tersisa dan
mengangkat Tubagus Pasai (belakangan dikenal dengan nama Fatahillah ),untuk menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka,
sebagai Panglima berikutnya dan
menyusun strategi baru untuk
memancing Portugis bertempur di
P. Jawa. Sangat kebetulan karena Raja
Pakuan telah resmi mengundang
Armada Portugis datang ke Sunda
Kelapa sebagai dukungan bagi
kerajaan Pakuan yang sangat lemah
di laut yang telah dijepit oleh Kesultanan Banten di Barat dan Kesultanan Cirebon di Timur. Kedatangan armada Portugis sangat
diharapkan dapat menjaga Sunda
Kelapa dari kejatuhan berikutnya
karena praktis Kerajaan Hindu
Pakuan tidak memiliki lagi kota
pelabuhan di P. Jawa setelah Banten dan Cirebon menjadi kerajaan-
kerajaan Islam. Tahun 1527 bulan Juni Armada Portugis datang dihantam serangan
dahsyat dari Pasukan Islam yang
telah bertahun-tahun ingin
membalas dendam atas kegagalan
expedisi Jihad di Malaka 1521. Dengan ini jatuhlah Sunda Kelapa
secara resmi ke dalam Kesultanan
Banten-Cirebon dan di rubah nama
menjadi Jayakarta dan Tubagus Pasai mendapat gelar Fatahillah. Perebutan pengaruh antara Pakuan-
Galuh dengan Cirebon-Banten segera
bergeser kembali ke darat. Tetapi
Pakuan dan Galuh yang telah
kehilangan banyak wilayah
menjadi sulit menjaga keteguhan moral para pembesarnya. Satu
persatu dari para Pangeran, Putri
Pakuan di banyak wilayah jatuh ke
dalam pelukan agama Islam. Begitu
pula sebagian Panglima Perangnya. Perundingan Yang Sangat
Menentukan Satu hal yang sangat unik dari
personaliti Syarif Hidayatullah
adalah dalam riwayat jatuhnya
Pakuan Pajajaran, ibu kota Kerajaan
Sunda pada tahun 1568 hanya setahun sebelum beliau wafat
dalam usia yang sangat sepuh
hampir 120 tahun (1569).
Diriwayatkan dalam perundingan
terakhir dengan para Pembesar
istana Pakuan, Syarif Hidayat memberikan 2 opsi. Yang pertama Pembesar Istana
Pakuan yang bersedia masuk Islam
akan dijaga kedudukan dan
martabatnya seperti gelar
Pangeran, Putri atau Panglima dan
dipersilakan tetap tinggal di keraton masing-masing. Yang ke
dua adalah bagi yang tidak bersedia
masuk Islam maka harus keluar
dari keraton masing-masing dan
keluar dari ibukota Pakuan untuk
diberikan tempat di pedalaman Banten wilayah Cibeo sekarang. Dalam perundingan terakhir yang
sangat menentukan dari riwayat
Pakuan ini, sebagian besar para
Pangeran dan Putri-Putri Raja
menerima opsi ke 1. Sedang
Pasukan Kawal Istana dan Panglimanya (sebanyak 40 orang)
yang merupakan Korps Elite dari
Angkatan Darat Pakuan memilih
opsi ke 2. Mereka inilah cikal bakal
penduduk Baduy Dalam sekarang
yang terus menjaga anggota pemukiman hanya sebanyak 40
keluarga karena keturunan dari 40
pengawal istana Pakuan. Anggota
yang tidak terpilih harus pindah ke
pemukiman Baduy Luar . Yang menjadi perdebatan para ahli
hingga kini adalah opsi ke 3 yang
diminta Para Pendeta Sunda Wiwitan . Mereka menolak opsi pertama dan ke 2. Dengan kata lain
mereka ingin tetap memeluk
agama Sunda Wiwitan (aliran Hindu
di wilayah Pakuan) tetapi tetap
bermukim di dalam wilayah Istana
Pakuan. Sejarah membuktikan hingga
penyelidikan yang dilakukan para
Arkeolog asing ketika masa
penjajahan Belanda, bahwa istana
Pakuan dinyatakan hilang karena
tidak ditemukan sisa-sisa reruntuhannya. Sebagian riwayat
yang diyakini kaum Sufi
menyatakan dengan kemampuan
yang diberikan Allah karena doa
seorang Ulama yang sudah sangat
sepuh sangat mudah dikabulkan, Syarif Hidayat telah memindahkan
istana Pakuan ke alam ghaib
sehubungan dengan kerasnya
penolakan Para Pendeta Sunda
Wiwitan untuk tidak menerima
Islam ataupun sekadar keluar dari wilayah Istana Pakuan. Bagi para sejarawan beliau adalah
peletak konsep Negara Islam
modern ketika itu dengan bukti
berkembangnya Kesultanan Banten
sebagi negara maju dan makmur
mencapai puncaknya 1650 hingga 1680 yang runtuh hanya karena
pengkhianatan seorang anggota
istana yang dikenal dengan nama
Sultan Haji. Dengan segala jasanya umat Islam
di Jawa Barat memanggil beliau
dengan nama lengkap Syekh
Maulana Syarif Hidayatullah Sunan
Gunung Jati Rahimahullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar